Keperawanan Cinta

Yap, seri tulisan memuakkan tentang cinta berlanjut…

Keper...

Keper...

Gue suka denger ungkapan, biar bagaimana pun cinta itu dasarnya murni, jangan tanya gue soal data statistik berapa orang yang ngomong begitu, jujur gue gak tau. Tapi dari beberapa diskusi yang lalu-lalu (bahkan yang dulu banget), udah sering rasanya kuping ini denger pernyataan itu. Lantas bisakah sesuatu yang murni itu rusak? Tentu bisa, susu murni pun ketika udah diaduk-aduk sama bahan laen, udah bukan susu murni lagi. Dia bisa tetep (mendekati) murni dengan cara perlakuan tertentu, gak bisa sembarangan. Pertama kali gue ngerasain susu murni, pueh, rasanya hambar, gue pun dengan sok tahu menambahkan gula ke dalam nya, berapa banyak pun tetep aja rasanya begitu, dan baru gue dikasih tau, bukan gitu caranya mbikin susu murni jadi manis. 

Cara, itulah hal yang kadang terlewat oleh kita. Niat baik, disampaikan dengan cara yang tidak baik, maka rusaklah kandungan baiknya itu. Anda memberi kepada orang, tapi diiringi hinaan, rusaklah nilai pemberian itu. Anda ingin mendemo DPR/MPR demi menyampaikan aspirasi, tapi dengan cara membakar gedung bulus itu, maka rusaklah maksud anda semula, belum lagi reaksi yang didapat atas tindakan tersebut tentu sangat lain. Demi beramal membangun rumah ibadah, anda merampok bank. 

Segala sesuatu di dunia ini dapat disampaikan dengan berbagai macam cara. Bisa dengan bahasa lisan, bahasa tubuh, simbol-simbol, atau rangkaian tindakan. Untuk menjaga kemurnian kandungan cinta, maka cara menyalurkan/menyampaikannya pun harus terjaga. Susu murni dicampur macem-macem aja udah lain jadinya, apalagi susu murni dicampur telur busuk??? Bagaimana jika Anda mengatakan mencintai seseorang tapi dengan ‘merusak’ orang yang Anda cintai tersebut? Entah tubuhnya, kehormatannya, waktunya, mental-nya, itu semua demi ego ‘penyaluran rasa cinta’ Anda sendiri? Bagaimana jika anda mengungkapkannya dengan kekerasan, pemaksaan, menipu? Apakah masih tetap sama nilai cinta yang anda bawa itu?
 

purity

purity