Ballada Luka
Di bawah bulan suram
dan angin kesedihan
perpisahan mencekikku
Menyeret pada kenyataan
Cahaya-cahaya di jalanan
Semuanya suram
Hilang sinarnya diserap duka
Setiap becak yang berlalu
pergi dengan air mata
Asap kretek yang kuhisap
Menarikan altar kesedihan
Diwajahku
Dengan sesaji air mata setitik
Kupinang kesedihan di langit sana
Jangkrik bernyayi memastikan
Disayapnya kepak perpisahan berdengung
-asap dan angin berdansa-
Pada kaleng susu kesehatan
Kenangan bersemayam
Pada genting sekolahan lebih lagi
Malam ini
Langit tak berhias
Disimpannya bintang
Dalam tumpukan awan-awan kelam
Dikejauhan orang tetawa nikmati kosmos lain kehidupan
-yang jelas bukan perpisahan-
Dedaunan merunduk,
Titiskan air matanya ke dada bunda
Bunga-bunga keringkan madunya
Demi suasana yang duka
Genting-genting berlompatan
Bingung hendak kemana
-asap dan angin terus berdansa-
Semuanya bertumpuk,
Paksa air mata cium dunia
Bila tujuh menjadi lima
Apakah sama !?!?
Kita semakin kehilangan warna
======================
Toba
Bandung.
adjeng 11:50 am on October 15, 2004 Permalink |
satu hilang satu datang, walau tak saling menggantikan. tapi mereka saling melengkapi, dalam tempatnya sendiri sendiri…. iya kan??
fahdi 11:50 am on October 15, 2004 Permalink |
so imut siah an**** padahal waktu di Kampus VII no. 10a juga saling cela,
gue kangen YASTRIB
Toba 11:50 am on October 15, 2004 Permalink |
Laen jeng…
patkay 11:50 am on October 15, 2004 Permalink |
yastrib…. ah..ah..ahkk
Toba 11:50 am on October 15, 2004 Permalink |
patkay orgasme